Selasa, 28 Juni 2011

0 Kabar dari Banyuwangi


Kerajaan Blambangan adalah kerajaan yang berpusat di kawasan Blambangan, yaitu di sebelah selatan Banyuwangi atau yang lebih dikenal dengan Alas Purwo. Raja terakhir yang menduduki singgasana adalah Prabu Minakjinggo. Kerajaan ini telah ada pada akhir era Majapahit. Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa. Kemudian Muncullah Kerajaan Blambangan (Kalau boleh disebut "Blambangan II), dimana kerajaan Blambangan II ini sudah bernafaskan Islam dengan Pusat Pemerintahan di Blambangan,Muncar, yang kemudian melahirkan Seorang Ulama Dengan Nama Sunan Giri
Sebelum menjadi kerajaan berdaulat, Blambangan termasuk wilayah taklukan Bali. Kerajaan Mengwi pernah menguasai wilayah ini. Usaha penaklukan Kesultanan Mataram terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah yang menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk pada budaya Jawa Tengahan, sehingga kawasan tersebut hingga kini memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang berasal dari wilayah Blambangan.
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan blambangan adalah Tembok Rejo, berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. Siti Hinggil atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan Setinggil yang artinya Siti adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi.Objek Siti Hinggil ini berada di sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara TPI/Tempat Pelelangan ikan). Siti Hinggil ini merupakan pos pengawasan pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa batu pijakan yang terletak di atas gundukan batu tebing yang mempunyai "keistimewaan" untuk mengawasi keadaan di sekitar teluk pang Pang dan Semenanjung Blambangan. Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini tersimpan di museum daerah berupa Guci dan asesoris gelang lengan, sedangkan kolam dan Sumur kuno yang di temukan masih berada di sekitar Pura Agung Blambangan yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.
Bukti lain sejarah kerajaan blambangan di desa Blambangan ini riwayat kerajaan Blambangan tetap misterius. Situs dan petilasan Blambangan banyak ditemukan di Kecamatan Muncar. Yang masih terlihat jelas bentuknya adalah situs Umpak Songo di Desa Tembokrejo, Muncar.Di sekitar Umpak Songo banyak ditemukan saksi sejarah kebesaran Blambangan. Ada gumuk sepur, bukit yang memanjang. Konon ini adalah benteng raksasa kerajaan Blambangan. Akibat kurangnya pemahaman masyarakat, gumuk sepur dihancurkan dan lokasinya dijadikan lahan pertanian. Situs Ompak Songo memiliki makna tersendiri bagi dua umat beragama di Banyuwungi. Yakni, umat Islam dan Hindu. Hal itu disebabkan perjalanan sejarah Kerajaan Blambangan tak lepas dari dua pengaruh Agama tersebut.
Umpak Songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan yang berjumlah sembilan. Umpak artinya tangga, songo berarti sembilan. Situs ini ditemukan pertama kali tahun 1916 oleh Mbah Nadi Gede, warga dari Bantul, Yogyakarta. Pertama ditemukan kondisinya sudah tertimbun tanah dan hutan belantara. Begitu digali, ternyata mirip sebuah candi. Diyakini, Umpak Songo dahulunya adalah balai pertemuan bagi raja Blambangan bersama bawahannya.
Tahun 1938, seorang raja dari Solo, Mangku Bumi IX, mengunjungi tempat itu. Kemudian, tempat ini diberi nama Umpak Songo. Mangku Bumi sempat mengisahkan lokasi itu adalah bekas peninggalan kerajaan Blambangan dengan rajanya Minak Jinggo. Tak jauh dari Umpak Songo, ada Umpak Lima. Konon, tempat ini adalah ruangan semadi raja-raja Blambangan. Bangunan ini kini sudah musnah. Warga meratakannya dengan tanah, lalu dibangun sebuah mushola. Warga yang bertempat tinggal di sekitar situs Umpak Songo adalah keluarga besar.
Partaningrat Arifin, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995
your ad here

0 Canon PowerShot SD950


The PowerShot SD950 IS Digital ELPH, with its curved sleek titanium body, is as powerful as it is exquisite: There's a high resolution 12.1-megapixel CCD, an Optical Image Stabilizer, and 3.7x optical zoom. Face Detection Technology is also on board to automatically give you just the shot you're looking for. Auto ISO Shift and ISO 1600 let you command low light like a pro. There's even a high-resolution 2.5-inch LCD that makes shooting and playback a delight.
Life doesn't give you second chances to capture special times. That's why the elegant Canon PowerShot SD950IS Digital ELPH is equipped with Canon's acclaimed Optical Image Stabilizer Technology that automatically detects and corrects camera shake, one of the leading causes of fuzzy or blurred shots. Even when zoomed in, you can get the steady, crisp, brilliant images you'll be proud to shoot and share. And 3.7x optical zoom and Optical Image Stabilizer Technology are so convenient with which to shoot subjects in distance. Just turn it on, it functions perfectly with or without a flash.
With DIGIC III, your images boast superior quality, the camera operates at top efficiency and battery life is enhanced. What's more, DIGIC III enables Canon's Face Detection Technology and red-eye correction to give you better, more true-to-life people shots. Simply press the Shutter Button halfway down, and the camera automatically pinpoints the faces in the scene and chooses the ideal focus point. The camera controls exposure settings and flash to keep every face looking bright and natural. Red eyes can be corrected during playback.
iSAPS Technology is an entirely original scene-recognition technology developed for digital cameras by Canon. Using an internal database of thousands of different photos, iSAPS works with the fast DIGIC III Image Processor to improve focus speed and accuracy, as well as exposure and white balance.
http://www.digitalphotographywebsite.com/canonpowershotsd950isreview.html

your ad here

Sabtu, 18 Juni 2011

0 Batik Jalanmu

         Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik"Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literature internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.1. Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.
         Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.2. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia 1 atau sekitar tahun 1920-an3. batik merupakan budaya asli Jawa, tetapi karena Bangsa kita cenderung memiliki budaya lisan, bukan tulisan, sehingga bentuk pendokumentasian yang lengkap justru dimiliki oleh orang di luar Jawa khususnya dan Indonesia umumnya. Dan yang sering terjadi dalam penulisan sejarah batik ini sering kali pengutip dengan atau tanpa disengaja tidak menyebutkan sumber asli. Batik meruapakan kekayaan budaya asli Jawa yang tidak dapat di jumpai di dunia manapun, oleh karena itu bahwa ada pendapat tentang batik merupakan pengaruh dari India, Cina tidak dapat di terima4 , masih menurut4 bahwa justru cara pembuatan corak kain mirip Batik di India dan China itulah yang belajar dari Jawa!!! kalaupun di Halmahera dan Papua ada "batik" dalam pengertian proses mewarnai suatu media sehingga membentuk motif tertentu, pertanyaannya, adakah budaya di bumi yang lebih tua daripada budaya: paleojavanicus yang telah memiliki budaya sebelum yang lainnya ada. Jadi jangan bilang kita mengenal peradaban setelah ada kerajaan Kalingga, tarumanegara, mataram kuno. Jauh sebelum itu kita telah berbudaya.
          Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
          Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

1. 1http://www.unesco.org/culture/ich/index.php?RL=00170
2. 2a b c Nadia Nava, Il batik - Ulissedizioni - 1991 ISBN 88-414-1016-7
3. 3http://pesonabatik.site40.net/Sejarah_Batik.html
4. a b Iwan Tirta, Gareth L. Steen, Deborah M. Urso, Mario Alisjahbana, 'Batik: a play of lights and shades, Volume 1', By Gaya Favorit Press, 1996, ISBN 979-515-313-7, 9789795153139
5. Dewan sastera, Volume 31, Issues 1-6 By Dewan Bahasa dan Pustaka
6. 4 Batik Shuniyya (Salah satu pakar sejarah batik)

your ad here

eNews & Updates

Sign up to receive breaking news
as well as receive other site updates!

Search 2.0

Recent Posts

Labels